Senin, 24 Mei 2010

" Sabar..?? Sabar yang seperti apa..??"

Apa yg muncul di benak anda ketika mendengar kata "sabar"??
Seorang papa yg berdiam diri "menerima" nasibnya/ Seorang pengemis yg dihardik lalu bergumam, "Sebagai org miskin, memang hrs sabar...!" Seorang Ibu yg mengurut dada ketika anak lelakinya ditangkap polisi karena terlibat tawuran, lalu berbisik dlm hatinya, "Yah, hrs sabar menghadapi kelakuan anak anak begini." Memang itulah pemahaman banyak orang tentang "Sabar". Diam dan pasrah ketika mendapat sesuatu yg tdk mengenakkan, bahkan kedzaliman. Makanya ada orang yg berkomentar, "Dia sih sabar, biar dijahatin sama orang lain diem aja."

Itukah makna sabar yg diajarkan Islam? Termasuk kata-kata "menerima takdir" Allah atas hamba-hamba Nya? Sabarkah namanya bila seseorang berdiam, pasrah dan tetap bertahan pada situasi yang merugikan bahkan penuh kedzaliman..??
Pasti bukan itu yang dimaksud sabar dalam Islam!

Ridha. Ini dulu yang perlu kita fahami dan latih. Ridha kepada taqdir Allah yang berlaku atas diri kita. Sebelum muncul berbagai pikiran lain di kepala saat menerima ketetapan Allah, hal pertama yang harus muncul di benak kita adalah, "Ya, Allah, hamba ikhlas atas hal ini, karena ini adalah ketentuan-Mu bagi hamba, dan ketentuan-Mu pastilah baik."

Kalimat yang mungkin saja mudah diucapkan di waktu kita tak merasa menghadapi masalah berat, namun mungkin menjadi sulit kita ucapkan pada saat menghadapinya.
Bisa jadi sebagian dari kita yang sedang menghadapi beban berat dan pelik akan berkata. "Gak relaaaaa....!! Masak aku disuruh ikhlas sama masalah/musibah/penyakit berat seperti ini/ Nanti masalahnya terus-terusan ada dooong!" atau kalimat sejenis itu.

Ridha menerima taqdir Allah tidak sama dengan senang jika masalah itu terus menerus ada pada kita. Allah menentukan sesuatu bagi kita tidak tergantung pada senang atau tidaknya kita pada taqdir tersebut. Jadi senang atau tidaknya kita pada suatu ketentuan Allah, ridha atau tidaknya kita pada taqdirnya yang sudah terjadi pada diri kita, sama sekali tidak mengubah pada ketentuan tersebut.
Senang atau tidaknya kita tidak membuat waktu menjadi mundur lalu menghindarkan kita dari apa yang sudah terjadi pada diri kita. Hanya saja, sikap ridha menerima apa yang sudah terjadi akan membuahkan pahala dan keridhaan Allah kepada kita. Apabila Allah sudah ridha kepada kita, kita pun akan lebih "leluasa" untuk meminta jalan keluar kepada-Nya dalam doa kita.
Disisi lain, ridha terhadap ketentuan Allah bagi kita mendatangkan perasaan lapang dan ketenangan, hal yang sangat kita perlukan untuk dapat berpikir jernih agar nantinya bisa mengatur langkah ke depan.

Jadi apakah sabar itu??
Sabar adalah Ikhlas menjalani proses yang seharusnya dijalani dengan benar, sesuai dengan tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta'ala lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Jadi, sabar yang benar selalu bersinergi dengan tawakal yang benar pula, yaitu berusaha semaksimal mungkin dengan melakukan apa yang seharusnya dilakukan lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah.

Sabar yang benar akan berbuah manis. Setiap persoalan, di sisi Allah, sudah ada jalan keluarnya. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan-nya, adalah dengan memintanya kepada Allah, dalam bingkai baik sangka kepada_Nya serta berserah diri.

"Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al_Quran Surah Al-Baqarah: 153)

Wallohu'alam..

Sensitifitas

Laki-laki lebih dominan menggunakan otak kanan ketimbang otak kiri, sehingga cenderung berfikir realistis dan jarang memaksimalkan perasaan. Berbeda halnya dengan perempuan yang lincah memadukan penggunaan otak tersebut. Hasilnya dalam memutuskan atau menilai sesuatu, perempuan menyeimbangkan ntara pikiran rasional dan perasaan. Walau senagian besar mereka juga sering terosbesi dengan otak kiri.

Karenanya, emosi wanita sangat peka terutama menyangkut harga diri. Perempuan bisa menangis tiba-tiba untuk masalah yang terlihat sepele di mata pria. Lekas mengambil kesimpulan dari perubahan sikap orang lain. Betapa bnayak wanita akhirnya mengalami frustasi dan kekecewaan akibat hati yang terluka. Sungguh lama dan susah menyembuhkannya.
Perasaan sentimentil wanita yang benar-benar sensitif dengan kehalusan rasa amat merindukan suasana romatis. Layaknya seorang anak kecil yang merengek permen. Padahal pria (baca:suami) rasa sensitifnya kurang. Atau tidak membiasakan diri menciptakan suasana yang penuh bunga-bungan cinta.

Terkadang isteri berusaha merebut perhatian tersebut, tapi terlihat salah, janggal, bahkan aneh di pandangan suami. Oleh sebab itu, wajar bila perempuan terkait dengan daya sensitifnya dianggap sering berlebihan.

Namun, disadari atau tidak kekayaan jiwalah yang membuat kaum hawa sanggup menajalankan multi peran. Baik sebagai seorang gadis, isteri dan ibu yang baik. Keistimewaan yang amat komplit itu melahirkan cinta dan kasih sayang. Tanpa sensitifitasnya, wanita tidak akan peka dengan denyut rasa dalam kehidupan.

Terbukti makhluk "halus" bernama perempuan memang piawai mengelola kepekaan nurani. Mereka rajin mengasah ketajaman mata hati, sehingga peka membaca tanda-tanda jiwa yang tersuruk. Tidak membahasaka kehendak secara verbal/bahasa lisan, kecuali isyarat tersirat yang butuh ketajaman hati tingkat tinggi guna memahaminya. Itulah sensitifitas yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi, sekaligus energi wanita ketika menebar cinta.

Adakalanya sensitifitas mampu menciptakan kekuatan dahsyat. Wanita Palestina sama seperti wanita lain di seluruh dunia yang mempunyai perasaan. Kehalusan jiwa sama sekali tidak mengarungi peran serta dalam gerakan intifadhah. Muslimah langsung terjun ke gelanggang perjuangan dengan komitmen yang lebih tegar. Mereka memberi semangat anak0-anak dan suami berjihad atau bahkan langsung turut serta.

Wanita berperasaan halus bahkan rapuh umpama kapas. Pada banyak kesempatan perasaan mereka lebih sering memberi warna. Dia akan menjadi malaikat penolong bila jiwa dihargai dan perasaannya disayangi. Namun, bisa berubah drastis menjadi pembunuh berdarah dingin jika harinya dilukai dan disakiti. Atas nama cinta, wanita berani menanggung seperih apapun derita. Tetapi, mana ada yang sanggup menerima segores luka di dada.

Ketika pengkhianatan sensitifitas rasa terjadi,maka perubahan seratus delapan puluh derajat segera melanda. Kesukaran akan berganti kebencian, kelembutan bertukar dengan keganasan. Sahabat lekas berubah sebagai musuh. SEorang raja jatuh pangkat di matanya umpama budak sahaya.

Karakter wanita adalah sesuatu yang seni, halus da sensitif. Bagi menjaganya, bukanlah urusan gampang kecuali denga ilmu dan iman yang kuat.

Kehalusan kodrati jiwa perempuan semakin terjaga dan meningkat kualitasnya ketika dipoles cahaya Tuhan. Hati yang dekat pada Alloh sanggup menyingkap hal-hal misterius menurut kasat mata. Hingga mampu menangkap hal yang di luar indera. Termasuk pula syarat langit bisa disingkap oleh ketajaman penglihatan batinnya. Semua iti sangat mungkin tercapai berkat olah jiwa (riyadhah ruhiyah), kegiatan kebaikan serta ibadah pendekatan pada Tuhan.

Wallahu'alam